Genre: Drama, History
Director: Zhang Yimou
Cast: Christian Bale, Paul Schneider, Ni Ni, Xinyi Zhang, Tong Dawei, Atsurô Watabe, Tianyuan Huang
Running Time: 146 Minutes
Synopsis:
Kisah pembantaian di daerah Nanjing di China, yang melibatkan pasukan Jepang membunuh ribuan warga China pada tahun 1937. Christian Bale akan memainkan imam Amerika bernama John yang membantu sejumlah besar kematian pelarian Cina tertentu. Sebuah cerita yang menyentuh tentang sebuah pengorbanan dan pengertian akan cinta dan kasih sayang selalu membuahkan sebuah harapan baru untuk dibangun dan dibentuk kembali.
Review:
Zhang Yimou adalah salah satu sutradara favorit saya dari asia setelah ada Ang Lee dan Akira Kurosawa. Film-film besutan Yimou seperti Hero, House of Flying Daggers, Curse of the Golden Flower dan yang terakhir adalah The Flowers of War selalu masuk dalam nominasi di ajang-ajang bergengsi dunia seperti Oscar dan Golden Globe. Jadi tak perlu diragukan lagi kemampuan Yimou dalam memoles film-film yang sudah matang di tangannya. Begitu pun juga dengan para penonton yang tidak asing dengan namanya. Sudah pasti film layak tonton dan berkualitas yang jadi hasilnya di tangan Zhang Yimou dan pastinya memuaskan.
Film-film berdasarkan kisah nyata seperti The Flowers of War memang selalu menyita perhatian publik dan tentunya para kritikus. Tantangannya adalah apakah sang sutradara dapat menyampaikan kejadian yang sesungguhnya dari kejadian yang akan dipresentasikan ke dalam frame-frame yang siap dibentuk. Zhang Yimou menjawabnya dengan baik sekali. The Flowers of War memiliki alur cerita yang mudah untuk diikuti, mungkin bagi sebagian orang sudah mengetahui kejadian nyatanya, tapi bagi orang awam ikuti saja jalan ceritanya karena memang mudah untuk diikuti. Unsur drama yang ada sangat kental sekali. Adegan yang memancing emosi para awal-awal film, semuanya berubah menjadi isak tangis di pertengahan film hingga akhir. Penonton dapat merasakan sendiri emosi yang ada dalam film ini ketika John, peran yang diperankan oleh Christian Bale, muncul pertama kali hingga masuk ke dalam Gereja tempat perlindungan para pengungsi yang ada di sana. Emosi yang tadinya meluap-luap seakan diperparah dengan kehadiran para wanita asal Nan Jing yang seolah-olah patut dihargai dan mendapatkan tempat terbaik. Tapi bukan Zhang Yimou namanya kalau tidak bisa mengejutkan penonton. Emosi yang sudah dibentuk hingga pertengahan film, lenyan begitu saja ketika para tentara jepang mendominasi area tersebut. Sebuah adegan yang benar-benar tragis dan dramatis. Tidak heran banyak penonton meneteskan air mata kala menyaksikan adegan per adegan yang diciptakan Zhang Yimou mulai dari pertengahan film hingga akhir. Salah satu adegan yang cukup menguras air mata ada ketika tentara jepang menyerbu gereja tempat perlindungan anak-anak. Maaf saya tidak bisa cerita. Dan bahkan mengingat saja sudah cukup membuat emosi dan menangis dalam hati. Belum lagi adegan terakhir pada film yang menurut saya pribadi adalah adegan terhebat dalam film ini. Meski adegan tersebut hanya sebuah dialog dan tindakan, bukan action atau perang, tapi benar-benar menyentuh dan mengharukan. Sebuah pengorbanan selalu memunculkan sebuah pengharapan pada akhirnya.
Efek-efek yang ditampilkan pada adegan perang, meski hanya beberapa, juga tampil maksimal mengingat Yimou pernah mengarsiteki Andy Lau pada film House of Flying Daggers dan Jet Li pada film Hero.
Secara keseluruhan film ini berjalan sangat mulus walau mungkin alur cerita yang kadang mungkin berpindah adegan secara tiba-tiba tapi tetap bisa diikuti. Untuk kalian yang berencana menonton, siapkan saja sebungkus tissue karena dijamin akan terpakai. Tapi tetap bagi saya adegan akhir film, meski endingnya rada sedikit menggantung, adalah adegan paling bernilai emas bagi film ini, sebuah nilai plus bagi Zhang Yimou. Selamat menonton.
Rating:
Cerita: 8/10
Pemain: 7/10
Ending: 6/10
Overall: 7/10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar